Jumat, 18 September 2015 0 comments

Book Review - Bordeaux Tiga


ISBN     : 978-602-251-518-0
Halaman : 281
Penulis    : W. Mahdayani
Penerbit  : Grasindo

Sinopsis:

"Bordeaux? Kota tua bergelimang anggur! Kau bisa menemukan anggur dengan harga lebih murah dari air mineral, atau bahkan sebotol yang harganya sama dengan tiket pesawat keliling dunia!"
Kelana, seorang perempuan dari keluarga kelas menengah di  Jakarta, memperoleh beasiswa untuk kuliah di Bordeaux, Prancis. Kesempatan ini membawanya menjalin persahabatan dengan Dewa, sesama mahasiswa Indonesia. Dia juga bertemu Gerard, Alexandrine, dan Thi Thuy; teman sekelas yang mengajarkannya bahwa persahabatan tak berbatas sekat warga negara, budaya, bahkan agama. Serta, pertemuan dengan Ajisaka, mahasiswa idealis yang menyeretnya dalam gelombang perasaan tak berujung.
Bordeaux tiga menceritakan impian hidup, cita-cita, persahabatan, dan cinta. Semuanya dikisahkan di antara lorong-lorong kota tua Bordeaux, sudut-sudut Barcelona, barisan hutan pinus Himalaya, asap dapur jalanan Delhi, dan labirin kota Paris. Dalam pencarian jati diri dan proses pendewasaan hidup yang dialami Kelana.


---

Review:

Membaca Bordeaux Tiga karya W. Mahdayani ini seakan membawa saya melintasi tempat-tempat  yang diceritakan. Kelana yang cerdas sungguh memikat saya saat pertama kali membaca novel ini. Tak sampai di situ, saya disuguhkan dengan gaya penulisan dalam novel ini yang sungguh istimewa.

"Aku ingin bertemu lelaki dengan mata berbinar seperti pendaran cahaya bintang di langit malam yang kelam. Agar ketika merindukannya, aku bisa memandang langit malam yang pekat, mencari di antara gemintang yang paling bersinar karena itulah dia."

Cerita berlanjut menuju setting Barcelona. Siapa sangka di sana ia kehilangan paspornya. Bagi para pencopet Eropa, paspor merupakan benda yang berharga selain dompet.

Delhi, India. Memberikan banyak sekali pelajaran bagi Kelana. Ia harus hati-hati dan bersikap waspada. Kata-kata dari seorang supir taksi yang selalu diingatnya. Jangan terlalu ramah pada orang yang baru dikenal.

Agra, India. Di sini ia mengunjungi Taj Mahal. Ia melihat sebuah makam. Tapi bukannya aura mistis yang ia dapatkan, namun aura romantis yang terus menguar. Kedatangannya ke sana seorang diri memberikan kesan aneh. Seseorang menegurnya seakan memberikan sebuah jawaban bahwa ia seharusnya melemparkan koin ke arah makam. Jika ia ingin kembali ke sini dengan pria yang ia cintai. Yang kelak menjadi suaminya dan sangat mencintainya. Ia pun menurutinya, terlepas dari sebuah mitos atau tidak.

Di bagian terakhir dari novel ini, kedekatan seorang Kelana dengan Ajisaka pun semakin tak terbantahkan. Mereka sering menghabiskan waktu untuk piknik, pergi ke taman, kafe, dan menyusuri tempat-tempat di Paris. That was sweet moments I think.

Bab 17 mengupas tentang titik menuju masa depan. Saya suka sekali bab ini. Di sini dengan gamblang  Ajisaka menunjukkan ketertarikannya dengan Kelana. Meskipun tak terlalu kentara. Inilah percakapan mereka yang sempat membuat saya baper. Istilah anak zaman sekarang. Haha
 "Kelana, kau bisa hitung berapa banyak tetesan salju itu?"
"Tidak. Bagaimana bisa?" Aku terkekeh geli.
"Lihatlah tetesan salju itu, sebanyak itulah rindu yang kusimpan saat tidak bertemu denganmu."
Pipiku memanas. Aku kehilangan kata-kata, dan membiarkan Ajisaka yang kini sudah menggenggam tanganku.

Namun perasaan saya kembali terhempas dengan hubungan Ajisaka dan Kelana. Ajisaka yang melanjutkan study S3 nya dan Kelana yang kembali ke tanah air karena mendapatkan pekerjaan yang berbasis di Bali.

Di akhir halaman, sebuah kejutan kembali hadir. Sebuah kartu yang entah apa isinya dari Kelana. Dan saya dibuat penasaran apakah berujung happy ending atau sad ending? 
Kamis, 10 September 2015 0 comments

Make it Left Behind?

Every words that I write always explain about you
I can't stop, even I really wanna do it
I know that I don't have difficult things to describe you
But I have to realize that everything isn't same
You and me aren't same
So, is it the time to make it left behind?
Selasa, 08 September 2015 0 comments

Si Pria & Si Gadis (Putih Biru & Putih Abu-Abu) Memories

Sudut-sudut bangunan itu menyadarkannya dari setiap detail kenangan yang telah terukir dengan manis.
Di penghujung kebersamaan tatkala masih mengenakan seragam putih biru.
Seseorang lelaki mengubah hidupnya saat ia baru saja mengenal cinta.
Lelaki itu tak pernah menyerah mendekatinya, bahkan saat penolakan terlalu banyak Ia dapatkan.
Sampailah suatu hari, si gadis menyadari bahwa Ia sebenarnya pun tertarik dengan si pria dan ingin membalas cintanya.
Ceritanya gak semudah yang sering terjadi di sebuah drama.
Mereka melalui semuanya dengan pahit, saat cita-cita mereka terasa berbeda.
Namun takdir berkata lain, mereka kembali bisa bertemu dan bersama pada masa putih abu-abu.
Si pria selalu bisa mewarnai hari-hari si gadis itu.
Tingkah konyolnya, sikapnya, dan perkataanya.
Tak ada yang membosankan dari sebuah hubungan itu.
Terkadang, dengan bangga si pria sering memperkenalkan dirinya sebagai kekasih hati dari si gadis tersebut.
Sungguh konyol bukan?


Si pria pernah berjanji suatu hal, Ia akan melewati masa putih abu-abu itu bersama gadis tersebut.
Si gadis bukannya tak menunjukkan minatnya pada janji si pria, namun di luar dugaan, Ia menyimpan janji itu sangat kuat dalam benaknya.
Sampai suatu hari, hal lain merobohkan kepercayaannya. Si pria memiliki hati lain. Si gadis hancur dengan kenyataan itu dan memilih pergi.
Tak ada yang bisa diselamatkan dari hubungan tersebut.
Ia merasa dibohongi. Bukan itu saja, si gadis pun merasa dirinya tak diingini.
Memang ia tak pernah memberi batasan kepada si pria untuk bergaul di luar sana. Namun jika menyangkut masalah hati, ia mungkin memilih pergi.
Hal yang selalu ditanamkan dalam hatinya.
Ia membenci seorang pengkhianat.
Toh jika pun tak ingin bersama, lebih baik meninggalkannya dengan terang-terangan bukan?!
Sejak saat itu, si gadis susah untuk percaya pada sebuah hati.
Ia tak ingin terluka dan mengalami hal yang sama.
Butuh waktu lama membuat luka itu bisa sembuh.
Terkadang Ia ingin bertindak egois, sungguh Ia ingin memberikan sebuah kesempatan pada pria tersebut.
Namun pria itu bukanlah pria yang sama yang Ia kenal semasa putih biru.
Gadis itu tahu bahwa Ia adalah orang yang keras kepala.
Tapi Ia sebenarnya ingin diyakinkan, Ia ingin diperjuangkan.
Bukankah dulu si pria tak pernah menyerah kepadanya?

Kesempatan itu mungkin tak akan pernah terjadi di kehidupan mereka.
Si gadis memilih melepaskan, bukan karena Ia tak mencintai.
Tapi ia tahu ada wanita lain yang mengambil hatinya sejenak darinya, dan sekarang dengan setia menerima Ia apa adanya.
Apa lagi yang harus gadis itu harapkan?
Sederhananya “Ia akan bahagia, sepanjang orang yang pernah ada di hatinya itu bahagia”

0 comments

Still Keep That Love?

When you tell that you're fine
Actually, you just wanna show that you're strong, though you're not fine enough
What will you do if the one who you love, leave you with another choice?
Do you still keep that love?


#RandomPoem
 
;