Sabtu, 28 November 2015 0 comments

Aku, Impianku, dan Sekolah TOEFL

Halo, bloggers..
Sudah lama nih gak coret-coret di blog :D
Langsung aja, kali ini aku mau share sedikit mengenai sepenggal kisah tentang mimpiku. 
Let's check it out.......

Memiliki impian yang tak biasa awalnya membuat saya minder dan sering bertanya-tanya. Apakah bisa orang biasa seperti saya dengan background keluarga yang sederhana dan dari kota kecil membuat impian tak biasa itu menjadi nyata?
Pertanyaan demi pertanyaan bercokol dalam kepala saya. Banyak orang yang meremehkan impian saya. Hingga teman dekat saya pun secara terang-terangan  berujar. “Kamu ngimpi kalo mau masuk Universitas Harvard!” Namun saya tetap berjuang untuk berada di sana. Sindirian bahkan cacian itu justru melecutkan semangat saya.





Dreams are like plan. You have to write down and make them real. Kutipan yang saya buat itu tak lain guna menyemangati impian-impian saya agar terus menyala. Saya harus menuliskannya setiap hari. Berkomitmen, bekerja keras, dan memiliki kedisiplinan yang tinggi. Saya sangat bersyukur. Satu dari usaha saya mulai memiliki tanda dan arah sejak saya bergabung di #SekolahTOEFL. 

Sekolah TOEFL merupakan wadah yang dibangun kak Budi Waluyo secara gratis dan berbasis online. Kak Budi sendiri adalah orang yang sangat menginspirasi saya. Berbekal dari website beliau pula saya mempersiapkan diri. Sejujurnya, masih banyak kekurangan di diri saya. Beasiswa luar negeri butuh persiapan yang matang. Pintar secara akademik pun tidak cukup, harus dibarengi dengan jiwa kepemimpinan dan mampu berkontribusi untuk sosial. Semakin berat bukan tantangannya?! Keep forward.
Awalnya, saya tidak menyangka bisa menjadi siswa dari Sekolah TOEFL periode 2. Saya yang menjadi orang pertama yang berasal dari Lubuklinggau, Sumatera Selatan *Banggadikitbolehyaa :p

Unbelievable!!
Perjuangan saya menjadi siswa Sekolah TOEFL pun tidak mudah. Saat itu saya harus membuat jadwal pengerjaan skripsi saya. Ingat betul waktu itu banyak sekali halangan dan rintangan. Dateline wisuda yang berubah-ubah. Hampir membuat saya stress dan kewalahan. Untungnya saya tidak pernah lupa untuk berdoa dan selalu berusaha. Yap, the power of prayers mengantarkan saya hingga titik itu. Alhamdulillah, tanggal 24 Oktober lalu saya sah menjadi seorang sarjana. Bonusnya dapat predikat Cum Laude. Bersyukur tapi berupaya tidak terlena.


Tidak hanya perihal skripsi, saya pun harus cermat lagi membagi waktu. Saya seorang freelance di Radio Lubuklinggau. Selain itu, saya membantu bisnis orangtua saya. Nyaris tidak ada kata break dan liburan. Meskipun saya ingin sekali mencecapnya. Tapi tak apa. Sebuah impian memang gratis. Tapi impian yang menjadi kenyataan harus dibarengi dengan proses dan kerja keras.
Jangan pernah membatasi dirimu. Karena jauh dari dalam dirimu, kamu bisa jika kamu mau.
Let’s break the limits! #SekolahTOEFL 



With Love from Lubuklinggau,
NH.

Jumat, 18 September 2015 0 comments

Book Review - Bordeaux Tiga


ISBN     : 978-602-251-518-0
Halaman : 281
Penulis    : W. Mahdayani
Penerbit  : Grasindo

Sinopsis:

"Bordeaux? Kota tua bergelimang anggur! Kau bisa menemukan anggur dengan harga lebih murah dari air mineral, atau bahkan sebotol yang harganya sama dengan tiket pesawat keliling dunia!"
Kelana, seorang perempuan dari keluarga kelas menengah di  Jakarta, memperoleh beasiswa untuk kuliah di Bordeaux, Prancis. Kesempatan ini membawanya menjalin persahabatan dengan Dewa, sesama mahasiswa Indonesia. Dia juga bertemu Gerard, Alexandrine, dan Thi Thuy; teman sekelas yang mengajarkannya bahwa persahabatan tak berbatas sekat warga negara, budaya, bahkan agama. Serta, pertemuan dengan Ajisaka, mahasiswa idealis yang menyeretnya dalam gelombang perasaan tak berujung.
Bordeaux tiga menceritakan impian hidup, cita-cita, persahabatan, dan cinta. Semuanya dikisahkan di antara lorong-lorong kota tua Bordeaux, sudut-sudut Barcelona, barisan hutan pinus Himalaya, asap dapur jalanan Delhi, dan labirin kota Paris. Dalam pencarian jati diri dan proses pendewasaan hidup yang dialami Kelana.


---

Review:

Membaca Bordeaux Tiga karya W. Mahdayani ini seakan membawa saya melintasi tempat-tempat  yang diceritakan. Kelana yang cerdas sungguh memikat saya saat pertama kali membaca novel ini. Tak sampai di situ, saya disuguhkan dengan gaya penulisan dalam novel ini yang sungguh istimewa.

"Aku ingin bertemu lelaki dengan mata berbinar seperti pendaran cahaya bintang di langit malam yang kelam. Agar ketika merindukannya, aku bisa memandang langit malam yang pekat, mencari di antara gemintang yang paling bersinar karena itulah dia."

Cerita berlanjut menuju setting Barcelona. Siapa sangka di sana ia kehilangan paspornya. Bagi para pencopet Eropa, paspor merupakan benda yang berharga selain dompet.

Delhi, India. Memberikan banyak sekali pelajaran bagi Kelana. Ia harus hati-hati dan bersikap waspada. Kata-kata dari seorang supir taksi yang selalu diingatnya. Jangan terlalu ramah pada orang yang baru dikenal.

Agra, India. Di sini ia mengunjungi Taj Mahal. Ia melihat sebuah makam. Tapi bukannya aura mistis yang ia dapatkan, namun aura romantis yang terus menguar. Kedatangannya ke sana seorang diri memberikan kesan aneh. Seseorang menegurnya seakan memberikan sebuah jawaban bahwa ia seharusnya melemparkan koin ke arah makam. Jika ia ingin kembali ke sini dengan pria yang ia cintai. Yang kelak menjadi suaminya dan sangat mencintainya. Ia pun menurutinya, terlepas dari sebuah mitos atau tidak.

Di bagian terakhir dari novel ini, kedekatan seorang Kelana dengan Ajisaka pun semakin tak terbantahkan. Mereka sering menghabiskan waktu untuk piknik, pergi ke taman, kafe, dan menyusuri tempat-tempat di Paris. That was sweet moments I think.

Bab 17 mengupas tentang titik menuju masa depan. Saya suka sekali bab ini. Di sini dengan gamblang  Ajisaka menunjukkan ketertarikannya dengan Kelana. Meskipun tak terlalu kentara. Inilah percakapan mereka yang sempat membuat saya baper. Istilah anak zaman sekarang. Haha
 "Kelana, kau bisa hitung berapa banyak tetesan salju itu?"
"Tidak. Bagaimana bisa?" Aku terkekeh geli.
"Lihatlah tetesan salju itu, sebanyak itulah rindu yang kusimpan saat tidak bertemu denganmu."
Pipiku memanas. Aku kehilangan kata-kata, dan membiarkan Ajisaka yang kini sudah menggenggam tanganku.

Namun perasaan saya kembali terhempas dengan hubungan Ajisaka dan Kelana. Ajisaka yang melanjutkan study S3 nya dan Kelana yang kembali ke tanah air karena mendapatkan pekerjaan yang berbasis di Bali.

Di akhir halaman, sebuah kejutan kembali hadir. Sebuah kartu yang entah apa isinya dari Kelana. Dan saya dibuat penasaran apakah berujung happy ending atau sad ending? 
Kamis, 10 September 2015 0 comments

Make it Left Behind?

Every words that I write always explain about you
I can't stop, even I really wanna do it
I know that I don't have difficult things to describe you
But I have to realize that everything isn't same
You and me aren't same
So, is it the time to make it left behind?
Selasa, 08 September 2015 0 comments

Si Pria & Si Gadis (Putih Biru & Putih Abu-Abu) Memories

Sudut-sudut bangunan itu menyadarkannya dari setiap detail kenangan yang telah terukir dengan manis.
Di penghujung kebersamaan tatkala masih mengenakan seragam putih biru.
Seseorang lelaki mengubah hidupnya saat ia baru saja mengenal cinta.
Lelaki itu tak pernah menyerah mendekatinya, bahkan saat penolakan terlalu banyak Ia dapatkan.
Sampailah suatu hari, si gadis menyadari bahwa Ia sebenarnya pun tertarik dengan si pria dan ingin membalas cintanya.
Ceritanya gak semudah yang sering terjadi di sebuah drama.
Mereka melalui semuanya dengan pahit, saat cita-cita mereka terasa berbeda.
Namun takdir berkata lain, mereka kembali bisa bertemu dan bersama pada masa putih abu-abu.
Si pria selalu bisa mewarnai hari-hari si gadis itu.
Tingkah konyolnya, sikapnya, dan perkataanya.
Tak ada yang membosankan dari sebuah hubungan itu.
Terkadang, dengan bangga si pria sering memperkenalkan dirinya sebagai kekasih hati dari si gadis tersebut.
Sungguh konyol bukan?


Si pria pernah berjanji suatu hal, Ia akan melewati masa putih abu-abu itu bersama gadis tersebut.
Si gadis bukannya tak menunjukkan minatnya pada janji si pria, namun di luar dugaan, Ia menyimpan janji itu sangat kuat dalam benaknya.
Sampai suatu hari, hal lain merobohkan kepercayaannya. Si pria memiliki hati lain. Si gadis hancur dengan kenyataan itu dan memilih pergi.
Tak ada yang bisa diselamatkan dari hubungan tersebut.
Ia merasa dibohongi. Bukan itu saja, si gadis pun merasa dirinya tak diingini.
Memang ia tak pernah memberi batasan kepada si pria untuk bergaul di luar sana. Namun jika menyangkut masalah hati, ia mungkin memilih pergi.
Hal yang selalu ditanamkan dalam hatinya.
Ia membenci seorang pengkhianat.
Toh jika pun tak ingin bersama, lebih baik meninggalkannya dengan terang-terangan bukan?!
Sejak saat itu, si gadis susah untuk percaya pada sebuah hati.
Ia tak ingin terluka dan mengalami hal yang sama.
Butuh waktu lama membuat luka itu bisa sembuh.
Terkadang Ia ingin bertindak egois, sungguh Ia ingin memberikan sebuah kesempatan pada pria tersebut.
Namun pria itu bukanlah pria yang sama yang Ia kenal semasa putih biru.
Gadis itu tahu bahwa Ia adalah orang yang keras kepala.
Tapi Ia sebenarnya ingin diyakinkan, Ia ingin diperjuangkan.
Bukankah dulu si pria tak pernah menyerah kepadanya?

Kesempatan itu mungkin tak akan pernah terjadi di kehidupan mereka.
Si gadis memilih melepaskan, bukan karena Ia tak mencintai.
Tapi ia tahu ada wanita lain yang mengambil hatinya sejenak darinya, dan sekarang dengan setia menerima Ia apa adanya.
Apa lagi yang harus gadis itu harapkan?
Sederhananya “Ia akan bahagia, sepanjang orang yang pernah ada di hatinya itu bahagia”

0 comments

Still Keep That Love?

When you tell that you're fine
Actually, you just wanna show that you're strong, though you're not fine enough
What will you do if the one who you love, leave you with another choice?
Do you still keep that love?


#RandomPoem
Kamis, 23 Juli 2015 0 comments

Aku Tak Percaya Pada Cinta.... Lagi....

 






Yang aku tahu, dulu aku mencintainya
Ini bukan perihal aku dengan sukarela melepasnya
Namun aku yang dengan sendirinya sadar
Aku tak ingin ia bertahan di saat membohongiku

Katakanlah aku jahat karena ingin memiliki dirinya seutuhnya
Namun lebih baik seperti itu bukan?!
Lebih baik mengakhiri semua tanpa ada yang tersakiti dengan kebohongan

Berkutat lagi dengan masalalu pahit itu membuatku menahan napas berkali-kali
Aku memegang prinsip itu tangguh
Aku sungguh tak ingin ia membagi hatinya

Tapi semua hanyalah angan
Saat aku dengan gamblang mengujinya
Meminta ia untuk memilih wanita itu
Seharusnya ia mengenaliku dengan baik
Aku tak baik-baik saja
Aku tak rela ia memilihnya
Aku tak menginginkan itu terjadi

Tidak cukup jelaskah sorot kesedihan dan kehilangan yang terpendar di manik mataku?
Aku hanya bisa mengerang dalam hati
Lelaki memang  makhluk yang tidak peka sama sekali

Ia dengan gampangnya percaya pada wajah tegarku
Dengan setengah mati aku memaksakan sebuah senyuman itu dulu
“Dia lebih butuh kamu daripada aku” ucapku mantap padanya
Pernyataan bodoh itu memutar bagaikan kaset rusak di otakku
Yang sukses mengurungku ke dalam lubang kesakitan selama lima tahun
Ia tahu betapa sulitnya meluluhkan hatiku yang bagaikan es ini
Aku pun susah payah membangun dinding pertahananku sekuat mungkin
Aku tak ingin percaya pada cinta.... lagi.......

Menyesalkah aku dengan keputusanku dulu?
Tidak sama sekali
Aku malah tersenyum hangat sekarang
Betapa Tuhan membuka mataku
Memberikan aku petunjuk untuk tidak egois mempertahankannya
Lelaki yang tak bisa menjaga sebuah hati saat kepercayaan itu sepenuhnya aku berikan

Ku kira aku masih mencintainya hingga sekarang
Ternyata aku salah
Ia tak lebih dari sebuah masalalu yang membekas
Kenangannya membuatku terpekur lama
Sedih, bahagia, dan tawa terangkai dalam satu kisah indah di sekolah

Aku tak dapat memisahkan kenangan di waktu sekolah dengannya
Saat aku mengingat jelas moment yang tergambar di kilasan memori itu
Aku pun akan mengingatnya
Wajah lugu dan tingkah polosnya
Yang entah tanpa aku sadari, sejak pertama melihatnya, aku tlah terpikat untuk berada di dunianya

Ia kekal di dalam hati ini
Menempati sebuah relung tanpa bisa aku cegah
Sampailah aku di suatu titik yang aku yakini
Aku hanya mencintai ia yang dulu
Ya, ia cinta pertamaku

Tapi mengapa aku begitu sulit melupakannya?
Itu karena kekecewaanku yang tak pernah surut
Pernahkah kau mempercayai seseorang dengan sepenuh hatimu?
Tanpa pernah menuntut apapun
Kau berusaha menjadi yang terbaik baginya
Tapi kenyataan sungguh memporak-porandakan hatimu
Pengkhianatan adalah hal terkeji bagiku pada suatu hubungan
Dan aku takkan pernah ingin kembali walaupun aku sangat ingin
Aku kembali harus menekan perasaanku lagi dan lagi
Menutupinya terus menerus

Ia yang tak memilihku
Seakan kenyataan itu menghunusku
Menghujami hatiku dengan ribuan belati
Keberadaanku yang tak begitu penting di hidupnya membuat pertahananku hancur seketika
Ia baik-baik saja, bisa dikatakan bahagia tanpa aku di dalamnya
Dan aku lagi-lagi harus menyuarakan hatiku dengan tegas
Aku tak percaya pada cinta... lagi.......


Minggu, 07 Juni 2015 0 comments

Sekali Saja




(Playlist, Afgan - Entah)
----

Sekali ini saja, izinkan aku bertindak egois dalam mempertahankanmu.
Hatiku sungguh ingin. Tapi isi kepalaku terus memberontak.

"Pernahkah kau merasakan sakit yang teramat dalam saat hati yang kau percaya itu mengkhianatimu?"

Andai waktu mampu terulang, bisakah kau berjanji satu hal?
Berjanjilah untuk menjaga perasaanku saja. Aku hanya meminta itu darimu.
Tapi kau tidak pernah mengabulkannya.
Itu hanya menjadi anganku saja.

Aku harus menerima kekecewaan terdalam atas apa yang kau semai.
Pengkhianatan yang entah kenapa tak akan pernah lenyap dalam ingatan.
Apakah begitu dalam luka ini?
Kenapa aku terus berkutat pada masalalu saat bersamamu?

Kenapa saat aku mencoba menyadarkan diri bahwa aku harus memaafkan segala kesalahanmu itu, membuat lukaku itu bertambah parah.
Aku telah mencoba mengalihkan seluruh duniaku darimu.
Mencari bahagiaku.
Namun apa yang aku dapat, aku terus berpura-pura bersikap tangguh.
Menutupi rapuhku.

Dan sekarang untuk sekadar membuka ruang baru pun aku tak bisa.
Tak tahu berapa lama lagi waktu yang kubutuhkan untuk membalut luka ini.
Kembali mempercayai sebuah hati.



Kamis, 28 Mei 2015 0 comments

Cinta Bertabur di Langit Mekkah






ISBN            : 9789790338371
            Ukuran          : 13 x 19 cm – (286 gram)
                                          Halaman        : 224 
                                          Penulis           : Roidah 
                                          Penerbit         : Erlangga


Sinopsis:

Rhada tak pernah bisa melupakan Osman, pria yang telah memikat hatinya selama bertahun-tahun. Sayang, cintanya tak juga kunjung berbalas.

Lelah dengan kehidupan duniawi, ia pun memutuskan untuk bersimpuh di Tanah Suci Mekkah. Bersama kedua orang tuanya, Rhada mengalami berbagai kejadian menarik dan penuh makna selama menunaikan ibadah haji.

Cinta Rhada pada Rasulullah dan Penciptanya juga telah menyadarkannya untuk mengikhlaskan kisah cinta itu pada Kuasa-Nya. Hingga suatu hari, Osman menghubunginya dari Tanah Air dan Rhada kembali terlontar ke masa lalu.



Madinah – Mekkah – Mina – Jeddah

Larut dalam kisah ini. Setting tempatnya membuat saya merasakan keinginan yang membuncah agar dapat ke sana bersama kedua orang tua dan keluarga. Aamiin.

Cerita bermula ketika Rhada merasa lelah dengan kehidupan duniawinya, Ia kemudian memutusakan untuk berhaji bersama kedua orang tuanya. Karir dan prestasi yang cemerlang sebagai Public Relation Manager tak lantas membuatnya bahagia. Ia terasa kosong. Siapa sangka gadis salehah itu masih menautkan hatinya pada Osman; teman masa kecilnya yang telah 14 tahun ia kenal sekaligus menjadi cinta pertamanya. Ia masih menunggu dan terus berharap. Osman adalah lelaki pertama yang mengenalkannya pada kata cinta. Hanya sebuah rangkaian kalimat “I Love You” di bus sekolah. Momen itu terpatri dan tak pernah luntur dari kepala Rhada. Ia ingin agar Osman mengucapkannya kembali, agar ia bisa menjawab walau hanya dengan sebuah anggukan kecil. Namun itu tak pernah terwujud hingga sekarang. Membuat Rhada harus  ikhlas melepaskan Osman, kalau memang mereka tidak berjodoh.

Seiring berjalannya waktu, di saat ia menunaikan ibadah haji, ia bertemu oleh dua pria. Yang pertama adalah Yusuf. Pria yang di setiap pertemuannya selalu menebarkan kebaikan terhadap Rhada ataupun orang lain. Pria yang kedua bernama Rudi. Rudi adalah seseorang yang pernah menyatakan cinta pada Rhada di masa putih abu-abunya. Namun respons dari Rhada pada saat itu adalah berlari. Ia berlari ke gerbang sekolahnya dan bersembunyi di pos satpam.
Kini Rhada diliputi oleh rasa bimbang. Ia menumpahkan risaunya di depan Kakbah. Ia tak ingin lagi bermain dalam kisah yang hanya fatamorgana.
“Ya Allah, pilihkan saja salah satu dari mereka untukku. Engkau tahu, aku hanya menetapkan satu persyaratan bagi mereka, yaitu cintanya pada-Mu. Jangan pertemukan hatiku dengan lelaki yang bukan jodohku….”
Rhada, kembali gadis itu menelan kekecewaan. Hendar; lelaki yang juga mencintai Rhada dan mengejar-ngejar cintanya itu melakukan berbagai cara untuk menarik perhatiannya. Bahkan di saat ia tahu bahwa Rhada menyukai Osman dan hanya Osman lah yang ada di hatinya, ia sedikitpun tidak gentar. Ia justru mengatakan pada Osman untuk tidak menghubungi Rhada lagi.

Benar-benar kisah yang bikin mewek yaa? -_____-
Lanjuuuuuutttt ..............
           
            Rudi; lelaki di masalalu Rhada itu kembali mengungkapkan perasaannya saat dipertemukan kembali dengan Rhada di Mekkah. Ia tahu bahwa Rhada adalah gadis salehah. Alasan itu pula yang membuatnya memberanikan diri menyatakan cintanya pada Rhada dulu. Di lain pihak Rhada pun dilanda kebimbangan. Ia tak bisa menerima Rudi. Meskipun Rudi telah menjadi sosok pria yang lebih religius.
            Tak butuh waktu lama bagi Rudi untuk menyembuhkan luka hatinya. Ia bertemu dengan Mutia. Gadis itu adalah teman Rudi sewaktu SD. Allah ternyata menjodohkan keduanya. Tepat pukul 9 malam waktu Mekkah mereka melangsungkan acara ijab kabul.
            Masih bersetting di Mekkah. Kali ini Rhada yang mendapatkan kejutan. Ia tak menyangka dirinya dilamar oleh Yusuf. Ia pun menerima lamaran Yusuf. 

            “Osman yang kucintai hanya pernah ada di masa lalu. Sementara masa lalu telah jauh pergi. Osman yang sekarang bagiku adalah orang lain yang tak lagi kukenali. Maka, biarlah berlalu! Jika jira-jiwa itu ibarat bala tentara, maka kita bukan dalam satu pasukan yang sama karena jiwa kita tak saling mengenali lagi. Tak saling merasakan satu dengan lainnya. Di mana jiwamu saat jiwaku terancam akan terenggut dari tubuh ini? Tidak di dalam mengenang jiwaku, bukan? Kini sungguh, aku ikhlas penuh melepaskanmu karena ternyata jiwa Yusuflah yang selalu mendampingiku, dan itu pasti karena Dia-lah yang mengutusnya…”  (Kalimat terakhir yang diukir Rhada untuk Osman). Kini ia benar-benar melepaskan Osman setelah acara lamaran di depan Kakbah.

            Tiba di Jeddah, Rhada dikejutkan oleh seorang penelpon. Ia adalah Osman. Lama tak menghubungi Rhada, ternyata Osman berada di Malaysia. Ia teringat tentang Hendar yang mengatakan Rhada adalah tunangannya. Kemudian dalam sekejap Osman bak hilang di telan bumi. Rhada mencelos. Ia sungguh ingin mengatakan bahwa apa yang dikatakan Hendar adalah tidak benar. Namun sejak kejadian itu ponsel Osman tidak aktif. Hal itu pula yang menambah kekuatan Rhada untuk segera melupakan Osman.
            Rhada menceritakan bahwa ia telah menemukan seseorang yang kelak mendampinginya kepada Osman. Osman tak menjawab. Ia ingin menjelaskan isi hatinya pada Rhada.
            “Aku cuma ingin merasa lega dan sedikit berharap kamu masih mempertimbangkan penjelasanku ini, dan maaf untuk siapa pun lelaki di sana yang sudah kupintas,”
“Aku mencintaimu dari dulu hingga kini, Rha. Jujur aku sangat ingin meminangmu” ucap Osman di ujung telpon.
           
Deg !!!! Kenapa baru sekarang si Osman menyatakan perasaannya ? -____-
Ke mana aja selama ini ,,, huhffft
           
            “Maaf, Osman, aku dengan berat hati harus menolakmu. Kita memang punya masa lalu yang mengharukan, tetapi kita tidak hidup untuk masa lalu yang belum tentu sama nilainya dengan apa yang akan terjadi di masa depan. Jadi, aku memilih menatap hari ini untuk menciptakan masa depan bersama Yusuf. Kuharap keputusan ini tidak membuatmu membenciku. Aku yakin itu. Sungguh, maafkan aku......“ tutup Rhada.
            “Tapi, kita tetap bisa berteman, Osman.“ Rhada mencoba sedikit menghibur.
“Semoga kamu bahagia, Rhada. Salamku untuk calon suamimu yang telah berhasil meraih satu-satunya permata hati yang pernah kusimpan selama ini di batinku. Entah akan adakah penggantinya,“ desis Osman.
           
            See? Mengharu biru sekali kan ceritanya?
            Ternyata mereka selama ini memendam perasaannya. T_T  *siapintissue
            Mungkin karena mereka tidak berjodoh. 
           
            Perjalanan hati kini benar-benar telah Rhada kunci untuk Yusuf semata. Yusuf tiada henti menampakkan wajah cerah dan senyumnya pada Rhada. Di saat bersamaan pula, wajah Rhada tak kalah berbinarnya setiap kali mata teduh Yusuf menatapnya.
            Mereka bersiap kembali ke Tanah Air dan menyongsong kehidupan masa depan mereka.

            THE END
           


 
;