Kamis, 28 Mei 2015 0 comments

Cinta Bertabur di Langit Mekkah






ISBN            : 9789790338371
            Ukuran          : 13 x 19 cm – (286 gram)
                                          Halaman        : 224 
                                          Penulis           : Roidah 
                                          Penerbit         : Erlangga


Sinopsis:

Rhada tak pernah bisa melupakan Osman, pria yang telah memikat hatinya selama bertahun-tahun. Sayang, cintanya tak juga kunjung berbalas.

Lelah dengan kehidupan duniawi, ia pun memutuskan untuk bersimpuh di Tanah Suci Mekkah. Bersama kedua orang tuanya, Rhada mengalami berbagai kejadian menarik dan penuh makna selama menunaikan ibadah haji.

Cinta Rhada pada Rasulullah dan Penciptanya juga telah menyadarkannya untuk mengikhlaskan kisah cinta itu pada Kuasa-Nya. Hingga suatu hari, Osman menghubunginya dari Tanah Air dan Rhada kembali terlontar ke masa lalu.



Madinah – Mekkah – Mina – Jeddah

Larut dalam kisah ini. Setting tempatnya membuat saya merasakan keinginan yang membuncah agar dapat ke sana bersama kedua orang tua dan keluarga. Aamiin.

Cerita bermula ketika Rhada merasa lelah dengan kehidupan duniawinya, Ia kemudian memutusakan untuk berhaji bersama kedua orang tuanya. Karir dan prestasi yang cemerlang sebagai Public Relation Manager tak lantas membuatnya bahagia. Ia terasa kosong. Siapa sangka gadis salehah itu masih menautkan hatinya pada Osman; teman masa kecilnya yang telah 14 tahun ia kenal sekaligus menjadi cinta pertamanya. Ia masih menunggu dan terus berharap. Osman adalah lelaki pertama yang mengenalkannya pada kata cinta. Hanya sebuah rangkaian kalimat “I Love You” di bus sekolah. Momen itu terpatri dan tak pernah luntur dari kepala Rhada. Ia ingin agar Osman mengucapkannya kembali, agar ia bisa menjawab walau hanya dengan sebuah anggukan kecil. Namun itu tak pernah terwujud hingga sekarang. Membuat Rhada harus  ikhlas melepaskan Osman, kalau memang mereka tidak berjodoh.

Seiring berjalannya waktu, di saat ia menunaikan ibadah haji, ia bertemu oleh dua pria. Yang pertama adalah Yusuf. Pria yang di setiap pertemuannya selalu menebarkan kebaikan terhadap Rhada ataupun orang lain. Pria yang kedua bernama Rudi. Rudi adalah seseorang yang pernah menyatakan cinta pada Rhada di masa putih abu-abunya. Namun respons dari Rhada pada saat itu adalah berlari. Ia berlari ke gerbang sekolahnya dan bersembunyi di pos satpam.
Kini Rhada diliputi oleh rasa bimbang. Ia menumpahkan risaunya di depan Kakbah. Ia tak ingin lagi bermain dalam kisah yang hanya fatamorgana.
“Ya Allah, pilihkan saja salah satu dari mereka untukku. Engkau tahu, aku hanya menetapkan satu persyaratan bagi mereka, yaitu cintanya pada-Mu. Jangan pertemukan hatiku dengan lelaki yang bukan jodohku….”
Rhada, kembali gadis itu menelan kekecewaan. Hendar; lelaki yang juga mencintai Rhada dan mengejar-ngejar cintanya itu melakukan berbagai cara untuk menarik perhatiannya. Bahkan di saat ia tahu bahwa Rhada menyukai Osman dan hanya Osman lah yang ada di hatinya, ia sedikitpun tidak gentar. Ia justru mengatakan pada Osman untuk tidak menghubungi Rhada lagi.

Benar-benar kisah yang bikin mewek yaa? -_____-
Lanjuuuuuutttt ..............
           
            Rudi; lelaki di masalalu Rhada itu kembali mengungkapkan perasaannya saat dipertemukan kembali dengan Rhada di Mekkah. Ia tahu bahwa Rhada adalah gadis salehah. Alasan itu pula yang membuatnya memberanikan diri menyatakan cintanya pada Rhada dulu. Di lain pihak Rhada pun dilanda kebimbangan. Ia tak bisa menerima Rudi. Meskipun Rudi telah menjadi sosok pria yang lebih religius.
            Tak butuh waktu lama bagi Rudi untuk menyembuhkan luka hatinya. Ia bertemu dengan Mutia. Gadis itu adalah teman Rudi sewaktu SD. Allah ternyata menjodohkan keduanya. Tepat pukul 9 malam waktu Mekkah mereka melangsungkan acara ijab kabul.
            Masih bersetting di Mekkah. Kali ini Rhada yang mendapatkan kejutan. Ia tak menyangka dirinya dilamar oleh Yusuf. Ia pun menerima lamaran Yusuf. 

            “Osman yang kucintai hanya pernah ada di masa lalu. Sementara masa lalu telah jauh pergi. Osman yang sekarang bagiku adalah orang lain yang tak lagi kukenali. Maka, biarlah berlalu! Jika jira-jiwa itu ibarat bala tentara, maka kita bukan dalam satu pasukan yang sama karena jiwa kita tak saling mengenali lagi. Tak saling merasakan satu dengan lainnya. Di mana jiwamu saat jiwaku terancam akan terenggut dari tubuh ini? Tidak di dalam mengenang jiwaku, bukan? Kini sungguh, aku ikhlas penuh melepaskanmu karena ternyata jiwa Yusuflah yang selalu mendampingiku, dan itu pasti karena Dia-lah yang mengutusnya…”  (Kalimat terakhir yang diukir Rhada untuk Osman). Kini ia benar-benar melepaskan Osman setelah acara lamaran di depan Kakbah.

            Tiba di Jeddah, Rhada dikejutkan oleh seorang penelpon. Ia adalah Osman. Lama tak menghubungi Rhada, ternyata Osman berada di Malaysia. Ia teringat tentang Hendar yang mengatakan Rhada adalah tunangannya. Kemudian dalam sekejap Osman bak hilang di telan bumi. Rhada mencelos. Ia sungguh ingin mengatakan bahwa apa yang dikatakan Hendar adalah tidak benar. Namun sejak kejadian itu ponsel Osman tidak aktif. Hal itu pula yang menambah kekuatan Rhada untuk segera melupakan Osman.
            Rhada menceritakan bahwa ia telah menemukan seseorang yang kelak mendampinginya kepada Osman. Osman tak menjawab. Ia ingin menjelaskan isi hatinya pada Rhada.
            “Aku cuma ingin merasa lega dan sedikit berharap kamu masih mempertimbangkan penjelasanku ini, dan maaf untuk siapa pun lelaki di sana yang sudah kupintas,”
“Aku mencintaimu dari dulu hingga kini, Rha. Jujur aku sangat ingin meminangmu” ucap Osman di ujung telpon.
           
Deg !!!! Kenapa baru sekarang si Osman menyatakan perasaannya ? -____-
Ke mana aja selama ini ,,, huhffft
           
            “Maaf, Osman, aku dengan berat hati harus menolakmu. Kita memang punya masa lalu yang mengharukan, tetapi kita tidak hidup untuk masa lalu yang belum tentu sama nilainya dengan apa yang akan terjadi di masa depan. Jadi, aku memilih menatap hari ini untuk menciptakan masa depan bersama Yusuf. Kuharap keputusan ini tidak membuatmu membenciku. Aku yakin itu. Sungguh, maafkan aku......“ tutup Rhada.
            “Tapi, kita tetap bisa berteman, Osman.“ Rhada mencoba sedikit menghibur.
“Semoga kamu bahagia, Rhada. Salamku untuk calon suamimu yang telah berhasil meraih satu-satunya permata hati yang pernah kusimpan selama ini di batinku. Entah akan adakah penggantinya,“ desis Osman.
           
            See? Mengharu biru sekali kan ceritanya?
            Ternyata mereka selama ini memendam perasaannya. T_T  *siapintissue
            Mungkin karena mereka tidak berjodoh. 
           
            Perjalanan hati kini benar-benar telah Rhada kunci untuk Yusuf semata. Yusuf tiada henti menampakkan wajah cerah dan senyumnya pada Rhada. Di saat bersamaan pula, wajah Rhada tak kalah berbinarnya setiap kali mata teduh Yusuf menatapnya.
            Mereka bersiap kembali ke Tanah Air dan menyongsong kehidupan masa depan mereka.

            THE END
           


Sabtu, 16 Mei 2015 0 comments

Tulus atau Memaksa?


True Love

Aku telah berhasil menghapusnya dalam ingatan, benak, dan harapan masa depan. Aku tersenyum kecil mengingatnya.
Aku bukan melupakan. Salah besar jika mengatakan aku bisa melupakannya. Aku hanya melepaskannya. Sama seperti orang-orang yang pernah singgah di hidupku sebelumnya. Aku memilih melepaskan jika ternyata di luar sana mereka bisa memperoleh bahagia daripada harus bertahan denganku, tetapi hati mereka memilih yang lain. Bukankah itu Hakikat Cinta?
Setidaknya dengan bersikap seperti itu, aku akan bahagia. Ya, ternyata bahagia mereka mengundang bahagiaku juga. Mungkin itulah cara sederhananya.

Dan kau tahu, aku hanya ingin berdamai dengan masalaluku.
Tak menutup mata, bahwa ada banyak sekali pelajaran yang bisa aku ambil dari mereka.
I’m sure that Mr. Right will come in the right time ..



Kau tahu, bagaimana mungkin seseorang yang cintanya tulus itu memaksakan cinta?
Barangkali, ini adalah kisah pahitku. Mendapati diriku dan kenyataan itu yang mengoyek luka itu kembali.
Kenapa harus sesakit ini saat aku hampir sembuh dari kenangan lima tahun silam. Kenapa harus dengan cara seperti ini kau buat aku terpukul dan jatuh lebih dalam.


Aku dapati diriku yang terhenyak saat perempuan itu dengan mudahnya memasuki hidupmu.
Aku telah membacanya, isyarat ketertarikan itu begitu kental terpancar dari kalian.
Kau tahu aku bukannya tipekal wanita yang mudah tertarik dengan laki-laki. Bahkan untuk menggubrisnya sekalipun.
Dan hal itu membuat berbagai opini menyeruak di kepalamu.
Aku bertahan untukmu?
Oh Tuhan, aku tak ingin munafik. Aku hanya ingin melihat kesungguhan ucapan-ucapanmu. Aku tak harus mengatakan semua yang pernah kau ucapkan bukan?
Bung, kau melupakan satu hal, wanita itu bagai mesin pengingat. Bahkan saat hal-hal sepele meluncur dari bibirmu, mereka akan merekam dengan jelas di kepala mereka.
Ya, aku tahu sekarang jawabannya. Itu adalah “mimpi kosong dan harapan palsu” darimu.
Kata-katamu adalah semu !!!

Kau harus tahu satu hal, aku tak pernah memaksakan cinta…. Dan kau mungkin akan terlambat menyadari. Biarlah, aku hanya akan berujar ribuan terimakasih padamu. Setidaknya aku mengetahui bagaimana menghargai seseorang dan bukannya menjadi pecundang yang tak mengakui masalalunya.

***
Aku mungkin tak layak menyampaikan kalimat itu. Tapi aku selalu terusik saat teringat. Tetiba ada orang yang berujar kasar dan penuh makian. Ia pikir sudah mengetahui hidupku sepenuhnya apa?
Dan lelakinya hanya karena ingin menarik hati perempuan itu, tak pernah menganggap seseorang di masalalunya itu ada.
Dan yang lebih menyakitkan lagi, ia dituduh merusak hubungan mereka.
Apa-apaan kisah ini. Memilukan sekali. Aku memijati pelipisku berulang-ulang.

Aku jelas tidak merasa keberatan atas semua perilaku mereka.
Aku hanya salah menilai dirimu.
Seseorang yang tadinya aku anggap sejiwa ternyata menusukku dengan belatinya.

Cukup. Sedihku telah aku hapus jauh sebelum aku menulis rentetan kata-kata ini.
Aku sadar, sesadar-sadarnya Ia tak layak untuk menjadi teman hidupku.
Dan Tuhan pasti tak mengirimnya untuk menjadi sia-sia.
Namun sebagai pelajaran, agar aku lebih hati-hati untuk percaya pada ucapan pria. Kecuali Ayahku.


May 16th,  2015

               


 
;